Langsung ke konten utama

Indah Pada Waktunya (bag. 3)

Ini chapter 4. Sorry kalo bahasanya agak acak-acakan, maklum gue lagi blank mau ngelanjutin alurnya kayak gimana. -_-v


Chapter 4: Dunia Ini Memang Sempit
Rabu, 26 Desember 2012
Sehari setelah Natal, masih banyak saudara dari ibuku yang datang dari Jogja. Suasana Natal kental di rumah kami. Meskipun ayah masih belum pulang dari kantornya sejak kemarin malam. Mungkin masih mengawasi keadaan kantor, itulah pikiranku.
Aku jadi teringat mimpiku beberapa hari yang lalu itu. Apa maksud wanita itu? Apakah sifatku ini masih banyak yang harus diperbaiki? Pertanyaan batinku itu menjadikan aku ingat pada perbuatanku selama ini. Aku memang seorang yang ceplas-ceplos. Apa yang ada di pikiranku langsung kukatakan. Memang ada satu orang yang jadi bahan “ejekan” untukku. Namanya, Midah. Dia seorang wanita yang bertubuh mungil dan pendek. Dia kukenal saat aku masuk kelas sebelas. Ia sering kuejek dengan berbagai sebutan. Malah, sebelum hari libur ini, aku hampir buat dia menangis.
Ada lagi yang namanya Dahlia. Aku kenal dia waktu kelas sepuluh dan sekarng sudah berbeda kelas. Dulu aku sempat cari perhatian dengannya, namun makin lama, aku lebih sering bully dia.
Sesaat, aku dikejutkan oleh getaran handphone di saku celanaku. Ternyata Siska mengirim SMS. Isinya, “Rif, hari ini kamu ada acara tidak? Aku mau ajak kamu jalan. Orang tuaku masih belum di rumah.”
Kemudian kubalas, “Ya sudah. Aku jemput di rumahmu ya?”
Segera, ia mengirim alamat rumahnya dan aku pergi dengan mobil ayah yang tidak dipakainya itu. Sampai di rumahnya Siska, aku sudah melihat dia berpakaian rapi dengan rambutnya yang dibiarkan tergerai.
“Kita jalan berdua saja? Atau, kamu mau ajak temanmu?” tanyaku padanya.
“Sepertinya, aku mau ajak teman-temanku. Cuma tiga orang koq, Rif,” ujar Siska.
“Ya sudah, ayo!”
Sampai di rumah teman pertama Siska, sudah tampak sesosok pria sebaya dengan kami. Setelah kutelaah, ternyata dia Ahmad, teman baikku waktu kelas sepuluh.
“Mad, masuk! Kukenalkan pada teman baruku,” ajak Siska supaya masuk mobilku.
“Mad, ini...”
“Arief, ‘kan? Dia ini temanku juga, Sis. Kalian kenal di mana?” tanya Ahmad pada kami.
“Kenal di Gereja, Mad. Wah, ternyata kalian juga berteman ya?” seruku.
Ya. Ternyata, Ahmad adalah teman satu komplek Siska waktu ia masih di Cikupa. Ahmad pernah bercerita padaku, kalau ia punya teman wanita beragama Katolik sama sepertiku. Namun, temannya itu pindah. Dan dia adalah Siska.
Begitu pula dengan dua teman Siska yang lainnya. Ternyata, mereka juga adalah temanku. Dahlia adalah teman Siska ketika masih tinggal di Kota Bumi, sedangkan Midah adalah teman Siska ketika masih tinggal di Kelapa Dua.
Di dalam mobil, kami bersenda gurau dengan penuh tawa. Di sampingku ada Siska. Di belakang ada Ahmad, Dahlia, dan Midah. Kulihat dari kaca spion yang ada di depanku, wajah cantik Dahlia yang pernah kutaksir dulu. Dulu aku suka dia, tapi setelah kupikir dengan baik, aku yakin bahwa aku tidak akan bahagia dengannya. Dia adalah wanita yang hanya melihat fisik dan isi dompet para lelaki yang ia suka. Masalah moral atau sejenisnya, tidak pernah ia hiraukan.
Perasaanku, Siska sedang melihat tingkah anehku yang melihat Dahlia dari kaca spion. Siska tampak kesal dengan tingkahku. Seketika, aku lihat muka Siska yang lebih suram.
“Kenapa kamu? Cemburu?” tanyaku.
“Menurutmu?” jawab Siska malas.
“Maaf, Sis. Jangan cemberut lagi ya?”
“Iya, Rif.”
Dalam hati, aku berpikir. Memangnya kapan aku meresmikan hubunganku dengan Siska sebagai pacar? Kalau begitu, mengapa ia cemburu begitu? Entahlah. Aku pun bingung dengan jawaban pertanyaan-pertanyaanku itu.
Kami sampai di Summarecon Mall Serpong. Setelah kuparkir kendaraan, kami berlima berjalan menuju dalam mal dan mencari food court untuk makan siang terlebih dulu. Lalu, kami mengunjungi toko buku di mal itu.
Sepanjang hari itu, kami berlima sangat menikmati hari kami. Benar kata pepatah yang mengatakan kalau dunia ini sempit. Dari satu orang yang baru kukenal, ternyata ia adalah teman dari temanku. Sungguh luar biasa pertemuan yang terjadi hari ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SQUAD AYAK-AYAK (Part 1)

Gambar yang pertama kali lu lihat setelah judul di atas bukanlah gambar nyamuk (Famili: Culicidae) yang lagi bertelor di atas air. Sebagian orang mungkin mengenal serangga ini dengan nama "AYAK-AYAK" atau dalam bahasa ilmiahnya  Gerris sp. Jujur, setelah sekian lama judul blog gue berubah nama, postingan ini merupakan postingan TERILMIAH gue. Walaupun keilmiahan gue cuma di depan situ doang sepertinya. (baca: depan lab) Squad Ayak-Ayak ini sih sebenernya bukan squad yang identik sama tentara, atau nama band (maybe?) atau hal-hal aneh lainnya. Ini tuh cuma grup WeA yang sengaja dibikin dalam rangka kesejahteraan mahasiswa pria Biologi yang hilang arah dalam mendiskusikan hasil praktikumnya. *hopefully, ini ga keberatan bahasanya, cukup badan gue aja yg berat* Kenapa kami (akan gue jelasin di part selanjutnya) milih nama ayak-ayak? Jawabannya hampir berfilosofis dengan perumusan Dasar Negara sih. Pertama, Ayak-ayak itu hewan yang unik. Dia KECIL, tapi bisa bertahan dite

DIIMING-IMINGI GOMBALAN DILAN "KAMU NGGA AKAN KUAT, BIAR AKU SAJA", MILEA KASIH TUGAS AKHIRNYA UNTUK DIKERJAKAN DILAN??! BUCIN TO THE NEXT LEVEL!! (#PERMENeps3)

Gue termasuk orang yang cukup pede dengan apa yang gue kerjain, termasuk skripsi punya gue dulu. Saking pedenya, jarang banget gue nanya ke temen sendiri. Iya. Emang salah kok. Tapi, banyak dari kita, masih suka milih-milih buat nanya skripsi. Bisa jadi karena kita milih si A karena dia sama tema penelitiannya. Atau milih si B karena dia kating/senior yang udah ngelewatin itu semua. Atau bahkan, milih si C karena ada udang dibalik rempeyek. Sambil menyelam, minum air, lalu tenggelem. Sekali dayung, dua tiga rumah keliatan dari jauh. Yup! KARENA MODUS! Gue pribadi ngga nyalahin kalian yang lakuin itu ya. Pun, gue juga lakuin itu. hehehe Inti dari segala inti, core of the core dari apa yang gue pengen bahas adalah seberapa penting sih kita tuker ide atau pendapat sama temen? Ngaruh ngga sama skripsi kita? Ngaruh ngga sama penelitian kita? Batasan kita "bantuin" tuh kayak gimana sih? Daaaan, apa kata dosen ya kalo tau kita dibantu sama temen, bahkan secara harfiah

Relakan Saja...

Curhat lagi..curhat lagi... Beberapa hari ini banyak kejadian yang buat gue sadar, kalo hal-hal yang gue inginkan itu gak selamanya harus terpenuhi. Simpel aja contohnya. Misalnya aja tentang ulangan matematika gue kemaren. Gue udah belajar, berlatih ngerjain soal-soal, terus lagi udah coba ngerjain ulang soal yang pernah dinilai. Emang sih pas ulangan cuma ada 5 soal. Tapi, masalahnya adalah dari kelima soal itu yang gue yakin bener cuma satu nomer. Alhasil, gue dapet nilai jelek. Gak cuma gue, sekelas pun gak ada yang lolos KKM (nilainya 75). Hari sabtu kemaren, gue juga ulangan kimia. Hal yang sama telah gue lakukan. Belajar, ngerjain soal-soal plus nyari tambahan materi di buku lain. Untungnya, dari 35 soal PG, setengahnya bisa gue kerjain dengan ingatan gue yang seadanya. Mudah-mudahan kagak remed deh. Inti dari curhatan gue ini adalah sebagai berikut... Satu cewek ini sebenernya udah pernah suka sama gue dulu, tapi nolak gue karena beda iman. Belakangan ini, gue