Langsung ke konten utama

Performing My Art

Bagi kalian yang pusing ngeliat postingan sebelumnya, gw minta maaf sebesar-besarnya. Bukan salah gue jika alignment-nya ngaco dan sebagainya. Itu salah blogger!! *zzzz*

By the way, minggu depan sejak postingan ini dibuat, gue bersama satu tim kelompok gue akan ujian praktek seni budaya. Materinya tentang seni pertunjukan. Kita dibebaskan menampilkan jenis kesenian apa yang akan dipentaskan, yang penting harus nunjukin kemampuan kita secara optimal.

Di kelas gue ada 4 kelompok, dan 3 di antaranya nampilin teater lalu sisanya nari tradisional. Kelompok gue akan nampilin teater, yang (mudah-mudahan) dapet nilai yang memuaskan~ *amiin

Sebenernya udah klasik kalo teater atau drama itu jadi salah satu “pelarian” buat banyak orang yang bingung kemampuan aslinya dalam seni. Kan ada beberapa tipe orang yang emang gak berbakat di dalam bidang seni. Gak jago gambar, nyanyi fals, nari amburadul, plus kagak pede-an orangnya. Mereka-mereka itu mikir kalo teater itu cuma ngandelin hafalan teks skenario doang(!) That’s it..

Itu salah besar, bro! Gue yang adalah pecinta teater dari kecil, gak terima kalo ada yang nganggep kayak gitu. Teater, khususnya teater asli dan klasik, susah banget dilakuin. Butuh skill dan latihan yang cukup buat ngelakuinnya.

Sebelumnya, gue kasih tau dulu beberapa jenis performing art. Seni ini basic-nya adalah tampil di depan umum, dan lebih bersifat menghibur penonton yang ada. Semua tampilan di TV, hampir semua adalah jenis seni ini. Musik, vokal, orkestra, pantomim, dance, sinetron, film, bahkan acara masak juga seni pertunjukan kalo dilakuin di depan umum. B-)

Cabang seni pertunjukan itu banyak. Musik ansamble, seni tari, sinematografi, dan yang akan kita bahas, TEATER. Teater, menurut gue, adalah dasar dari semua performing art. Bahkan ansamble pun memakai sedikit unsur teater.

Bentuk asli teater itu begini.... Di suatu tempat antah-berantah hiduplaaah(?) LOL

Emang gue akuin, gue bahkan belom pernah ngeliat utuh pementasan teater. Tapi dari pengetahuan gue, teater yang bener-bener murni itu beda banget sama yang kita tau.

Biasa dipentaskan di sebuah aula atau ruangan besar dengan panggung background hitam dan ditutup dengan tirai merah. Tidak ada pengeras suara yang mewah, kalaupun ada mungkin hanya beberapa microphone di pinggir panggung. Adegan per adegan dilakukan dengan cepat. Lalu, butuh pemahaman tingkat tinggi untuk menikmatinya.

Beda dengan teater model sekarang yang lebih banyak inovasinya, kata lainnya DRAMA. Di sinilah titik perbedaannya dengan teater. Banyak pemahaman kita yang masih salah dengan dua istilah ini. TEATER dan DRAMA.

Masih dipentaskan di tempat yang besar dan luas namun lebih bervariasi pada set panggungnya, properti pendukung juga lebih diprioritaskan. Sound system dibuat canggih dengan berbagai modelnya. Plus, keuntungannya menonton drama, kita bisa lebih gampang untuk mengerti alur cerita yang dipentaskan.

Sebenernya, masih banyak lagi perbedaan mendasar dari kedua istilah itu. TEATER misalnya. Di teater, jiwa dari seni ini terletak di setiap dialog para pemainnya. Bahkan, setiap adegan yang sebenernya gak penting jadi penting banget di sini. Penghayatan yang mendalam di setiap dialognya memberi “roh” tersendiri di lakon itu.

Adegan duduk termenung misalnya. Di teater, adegan ini dilakukan dengan penuh penjiwaan. Tanpa narator, tanpa ada suara yang lain, tanpa ada dialog yang keluar dari si pelaku pun kita bisa tau kalo dia sedang merenung. Perspektif pemain dalam mempresentasikan adegannya juga sangat penting. Kalo dia memandang duduk termenung itu harus menangis, sah-sah aja. Atau ada orang yang memandang hal itu, hanya dengan duduk diam dan pandangannya kosong.

Dalam DRAMA beda lagi. Dialog jadi unsur utama namun tidak jadi sorotan penting. Musik ilustrasi, narasi, latar, kostum, dan make up jadi bisa membuat dialog lebih berwarna. Kalo di teater, perspektif melakukan adegan mungkin paling banyak hanya dua kemungkinan. Di drama, hal itu bisa jadi lebih dari dua kemungkinan.
Dengan kostum berbeda namun dialog sama, kita bisa peran’in karakter yang berbeda. Dialog “Pak, minta duit Pak.” yang diperankan orang berkostum gembel akan berbeda segala makna dan perspektif penonton ketika dia memakai jas rapi lengkap dengan tas koper di tangannya.

Satu hal yang paling dasar, TEATER DILARANG IMPROVISASI. Jarang kelompok teater terkenal yang pake improvisasi di dalam dialognya. Mereka mengacu pada kemampuan aktingnya. Sekalipun mereka lupa dialog, mereka akan menggantinya dengan kata yang pas momennya.

Nilai sosial yang bisa kita peroleh dari seni pertunjukan adalah tentang kekompakan. Tanpa kekompakan, kita gak bisa lancarin tuh kerjaan.

~Akting dalam teater bisa dipelajari dengan ngeliat naskah yang ada. Di dunia nyata, Tuhan udah ngasih naskah kehidupan dan siap-gak siap kita harus memerankannya...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SQUAD AYAK-AYAK (Part 1)

Gambar yang pertama kali lu lihat setelah judul di atas bukanlah gambar nyamuk (Famili: Culicidae) yang lagi bertelor di atas air. Sebagian orang mungkin mengenal serangga ini dengan nama "AYAK-AYAK" atau dalam bahasa ilmiahnya  Gerris sp. Jujur, setelah sekian lama judul blog gue berubah nama, postingan ini merupakan postingan TERILMIAH gue. Walaupun keilmiahan gue cuma di depan situ doang sepertinya. (baca: depan lab) Squad Ayak-Ayak ini sih sebenernya bukan squad yang identik sama tentara, atau nama band (maybe?) atau hal-hal aneh lainnya. Ini tuh cuma grup WeA yang sengaja dibikin dalam rangka kesejahteraan mahasiswa pria Biologi yang hilang arah dalam mendiskusikan hasil praktikumnya. *hopefully, ini ga keberatan bahasanya, cukup badan gue aja yg berat* Kenapa kami (akan gue jelasin di part selanjutnya) milih nama ayak-ayak? Jawabannya hampir berfilosofis dengan perumusan Dasar Negara sih. Pertama, Ayak-ayak itu hewan yang unik. Dia KECIL, tapi bisa bertahan dite

DIIMING-IMINGI GOMBALAN DILAN "KAMU NGGA AKAN KUAT, BIAR AKU SAJA", MILEA KASIH TUGAS AKHIRNYA UNTUK DIKERJAKAN DILAN??! BUCIN TO THE NEXT LEVEL!! (#PERMENeps3)

Gue termasuk orang yang cukup pede dengan apa yang gue kerjain, termasuk skripsi punya gue dulu. Saking pedenya, jarang banget gue nanya ke temen sendiri. Iya. Emang salah kok. Tapi, banyak dari kita, masih suka milih-milih buat nanya skripsi. Bisa jadi karena kita milih si A karena dia sama tema penelitiannya. Atau milih si B karena dia kating/senior yang udah ngelewatin itu semua. Atau bahkan, milih si C karena ada udang dibalik rempeyek. Sambil menyelam, minum air, lalu tenggelem. Sekali dayung, dua tiga rumah keliatan dari jauh. Yup! KARENA MODUS! Gue pribadi ngga nyalahin kalian yang lakuin itu ya. Pun, gue juga lakuin itu. hehehe Inti dari segala inti, core of the core dari apa yang gue pengen bahas adalah seberapa penting sih kita tuker ide atau pendapat sama temen? Ngaruh ngga sama skripsi kita? Ngaruh ngga sama penelitian kita? Batasan kita "bantuin" tuh kayak gimana sih? Daaaan, apa kata dosen ya kalo tau kita dibantu sama temen, bahkan secara harfiah

Relakan Saja...

Curhat lagi..curhat lagi... Beberapa hari ini banyak kejadian yang buat gue sadar, kalo hal-hal yang gue inginkan itu gak selamanya harus terpenuhi. Simpel aja contohnya. Misalnya aja tentang ulangan matematika gue kemaren. Gue udah belajar, berlatih ngerjain soal-soal, terus lagi udah coba ngerjain ulang soal yang pernah dinilai. Emang sih pas ulangan cuma ada 5 soal. Tapi, masalahnya adalah dari kelima soal itu yang gue yakin bener cuma satu nomer. Alhasil, gue dapet nilai jelek. Gak cuma gue, sekelas pun gak ada yang lolos KKM (nilainya 75). Hari sabtu kemaren, gue juga ulangan kimia. Hal yang sama telah gue lakukan. Belajar, ngerjain soal-soal plus nyari tambahan materi di buku lain. Untungnya, dari 35 soal PG, setengahnya bisa gue kerjain dengan ingatan gue yang seadanya. Mudah-mudahan kagak remed deh. Inti dari curhatan gue ini adalah sebagai berikut... Satu cewek ini sebenernya udah pernah suka sama gue dulu, tapi nolak gue karena beda iman. Belakangan ini, gue