(Part 1)
Panjang kayaknya
judul postingan gue ini. Yap, seperti itulah yang pengen gue share tentang
pandangan gue sama UN dan Pemilu yang bakal digelar beberapa hari ini.
PANJAAAANG BANGEEET~~~
Gue akan menilai
ini dari sisi subyektif, artinya ya menurut gue plus dengan penilaian
temen-temen, para guru yang rata-rata gak setuju dan para praktisi
pendidikan. Mungkin lu pada anggep ini lebay atau pembelaan karena gue gak siap
lawan tuh UN, tapi ciyuus deh, ini beneran karena gue gak setuju sama UN.
Para guru gue ini
sangat tidak setuju dengan UN. Hal yang paling mendasar adalah tentang sistem
penilaian UN sendiri. Masa sekolah selama 3 tahun ini (nb: gue masih SMA)
ditentukan dalam TIGA HARI. Memang gak semuanya ditentukan sama UN, karena
masih ada nilai dari UAS dan nilai sekolah. Tapi ya, tetep aja itu GAK GUNA
karena nilai dari sekolah cuma dapet presentase yang kecil....
Mereka juga gak
setuju karena yang menilai adalah “pemerintah”. Melalui orang yang dipercaya,
pemerintah “menilai” hasil yang dikerjakan siswa. Sampai situasi ini, masih
benar. Namun kadang keajaiban dan kemustahilan beda tipis di sana. Siswa pintar
yang benar-benar mengerjakan akan lebih kecil nilainya dibanding yang mendapat “miracle”.
(if you know what I mean yeah??)
Itu gak adil. Selama
ini para guru sekolah masing-masing yang ngasih nilai, ngasih latihan, ngasih
remed, marahin muridnya sampe jadi orang tua kedua di sekolah malah disuruh nerimo wae sama hasil si siswa saat UN
itu. Padahal, ya itu tadi banyak yang curang dan yang “polos” juga gak pake
hal-hal curang tadi.
Menurut yang gue
baca di sini EBTANAS (mbah nya UAN dan UN) itu diselenggarakan pada tiap
jenjang/level sekolah. Ini bener, kenapa? Karena ini adil, ibarat Ulangan Akhir
lah. Tiap tahun ada, dan gak bikin siswa stres. Bandingkan dengan sekarang. UN
hanya ada di jenjang terakhir sekolah yaitu kelas 6, 9 dan 12. That facts make schools to improve their students
just to be passed the National Exams, not to make their students genius purely~
Yang udah baca
sumber yang gue kasih di atas secara keseluruhan, pasti sadar kalo UN itu emang
sedikit fungsinya. Banyakan negatifnya kan? Pemerintah sebenarnya ingin
mengukur kualitas dan pemerataan pendidikan negara kita dengan tujuan agar
pemerintah dapat acuan untuk membangun atau mempertahankan pendidikan yang ada.
Faktanya? Sampai
saat ini, masyarakat pedalaman masih minim fasiltas belajarnya. Akses ke
sekolah susah. Gedung sering roboh. Guru digaji dengan tidak manusiawi. Media
belajar pun minim.
Ironisnya,
hal-hal tadi tidak hanya ditemui pada teman-teman kita di pedalaman daerah,
tapi juga sekitaran ibukota. Gak usah diceritain pun lu masih inget perjuangan
anak-anak di Banten lewatin jembatan yang terbuat dari jembatan roboh itu kan?
So, kalo buat
kita-kita alias siswanya apa? Banyak negatifnya atau??? to be continued
Komentar
Posting Komentar