Langsung ke konten utama

#JAJAN DI PERPUSTAKAAN NASIONAL

Mencoba memulai konten tulisan baru, gue kali ini akan membahas pengalaman gue ke dan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, atau yang biasa disingkat sebagai Perpusnas. Konten semacam ini akan gue namai sebagai #JAJAN yang kepanjangan dari JALAN-JALAN SAMBIL MAKAN.

Sebagai informasi, gedung Perpusnas milik negara kita ini adalah perpustakaan tertinggi di dunia. Yoi, TERTINGGI DI DUNIA!! WOW! Dengan tinggi bangunan 126,3 meter, gedung Perpusnas mengalahkan gedung perpustakaan negara Tiongkok yang sebelumnya menjadi gedung perpustakaan tertinggi (106 meter). Gedung Perpusnas memiliki 24 lantai dengan 3 lantai basement. Dua lantai di antaranya dikhususkan untuk penyandang disabilitas dan untuk anak-anak. Selengkapnya, bisa kamu baca di link berikut atau kalo lu mau tau webnya Perpusnas ada di sini.

Gue pribadi pertama kali ke sini bareng kakak gue. Niatnya emang cuma jalan-jalan doang, malah tadinya ga ke sini. Kami tadinya cuma mau ke Museum Nasional a.k.a. Museum Gajah tapi karena nanggung dan waktu itu Perpusnas lagi "hype-hype" nya, yaudah deh jadi kami ke sana. Kesan pertama mengunjungi Perpusnas adalah "TINGGI BANGET WEH!" wkwk. Kami melihat-lihat ruang koleksi (atau museum?) yang ada di beranda gedung. Beranda yang gue maksud ini memang secara bangunan tidak termasuk ke gedung Perpusnas tapi masih dalam satu kawasan.
Gedung Perpusnas yang tengah yaa



















Yang gue maksud beranda itu,
gedung yang paling pendek itu yaaa















Di dalam beranda itu, ada banyak ruangan yang isinya sejarah keaksaraan hingga masuk ke wilayah Nusantara dulu. Ruangan-ruangan ini bisa jadi spot kece buat lu yang pengabdi feed di Instagram. Banyak kutipan-kutipan kece juga yang bisa lu repost di medsos kalian. Kayak gini contohnya.
Salah satu spot kutipan yang menginspirasi dan informatif















Keluar dari gedung beranda, kita disuguhi pemandangan gedung utama yang TIINGGIII BUUAAANGET! Ada nama gedung Perpusnas dengan 5 bahasa. Ada bahasa Indonesia, Inggris, Latin(?), Tionghoa, dan Arab.
Tampilan depan gedung utama Perpusnas
dengan penyebutannya dalam lima bahasa
















Masuk ke dalam gedung, kita lagi-lagi disuguhi pemandangan epic dan Instagram-able banget. Lurus dengan pintu masuk, ada pajangan buku-buku tua yang disusun rapi dan memanjang ke atas sampai ke lantai 4. Di ruangan ini juga kita bisa menitipkan tas atau barang lain, dan akan dipinjemin tas jinjing untuk yang bawa laptop. Ada juga cafe kalo yang mau ngopi-ngopi cantique.
Tuh kan, keren banget.
Tapi, siapa yang nyusun ini semua ya? :D





















Gue sering ke sini dalam rangka ngerjain skripsi gue. Selain bisa refreshing, di sini lumayan lengkap fasilitasnya buat lu semua yang nyusun skripsi atau lagi nugas. Ada wifi yang bisa diakses di semua lantai. Ada koleksi buku referensi yang lumayan lengkap. Ada juga koleksi buku ensiklopedi dan koleksi terbatas buat kalian yang referensinya udah uzur alias jadul. Nyaman jangan ditanya deh ya karena semua ruangannya full AC.
Salah satu referensi yang gue gunain.
Ada sofanya juga loh.
Nah, buat yang laper, bisa beranjak ke lantai 4. Di sana, ada kantin dengan beragam makanan. Range harga makanannya sekitar 20k. Dua di antaranya yang pernah gue makan yaitu gado-gado dan semacam nasi "warteg" gitu. Di area itu juga ada koperasi yang jual makanan-makanan ringan kayak roti, ciki-cikian, sampe minuman rasa-rasa. Kalo mau liat gambar makanan yang terbaiknya, bisa di sini yaa.
Gado-gado.
Mantap bumbu kacangnya. Request banyakin bawang goreng biar asoy.
















Nasi "warteg".
Lauknya macem-macem.
Gue pilih ayam balado, tumis jamur, sambel, dan kerupuk.

















Setelah beberapa kali berkunjung ke Perpusnas, ada beberapa kekurangan yang gue alami.
1. Entah masih sampe sekarang atau ngga, buku-buku di lantai 21-22 belum boleh dipinjem. Gue rasa, ini berkaitan dengan domisili si peminjam yang bisa dateng dari mana aja di seluruh Indonesia. Jadinya, pihak mereka khawatir kalau buku yang dipinjem "ga akan balik lagi". Wkwk. Walau demikian, kalian masih bisa memfoto halaman yang pengen kalian baca atau bisa kalian minta salin (fotocopy) beberapa lembar dari buku yang pengen dibaca.

2. Colokan masih minim. Sadar atau tidak, kebutuhan akan colokan itu penting loh. "Harta, tahta, wanita, colokan" kalo kata pepatah yang udah dimodifikasi. Sepanjang pengalaman gue di Perpusnas, akses colokan masih kurang. Apalagi di lantai-lantai yang banyak pengunjung dan membawa barang elektronik mereka seperti laptop atau hape.

3. UDAH. SAMPE NOMOR DUA AJA. HEHE.

Well, secara umum, gue puas dan bangga dengan kehadiran Perpusnas di Ibukota tercinta. Perpusnas menghadirkan konsep yang pas untuk berbagai kalangan. Tua/muda, laki/perempuan, anak-anak, disabilitas, kaya/miskin, anak sekolahan/kuliahan, dan masih banyak orang-orang yang bisa banget berkunjung ke sini.


NEXT, #JAJAN KE MANA LAGI YAA??! Komen di kolom komen atau DM ke @makansemaunya untuk tempat yang bisa gue datengin. THANKS!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SQUAD AYAK-AYAK (Part 1)

Gambar yang pertama kali lu lihat setelah judul di atas bukanlah gambar nyamuk (Famili: Culicidae) yang lagi bertelor di atas air. Sebagian orang mungkin mengenal serangga ini dengan nama "AYAK-AYAK" atau dalam bahasa ilmiahnya  Gerris sp. Jujur, setelah sekian lama judul blog gue berubah nama, postingan ini merupakan postingan TERILMIAH gue. Walaupun keilmiahan gue cuma di depan situ doang sepertinya. (baca: depan lab) Squad Ayak-Ayak ini sih sebenernya bukan squad yang identik sama tentara, atau nama band (maybe?) atau hal-hal aneh lainnya. Ini tuh cuma grup WeA yang sengaja dibikin dalam rangka kesejahteraan mahasiswa pria Biologi yang hilang arah dalam mendiskusikan hasil praktikumnya. *hopefully, ini ga keberatan bahasanya, cukup badan gue aja yg berat* Kenapa kami (akan gue jelasin di part selanjutnya) milih nama ayak-ayak? Jawabannya hampir berfilosofis dengan perumusan Dasar Negara sih. Pertama, Ayak-ayak itu hewan yang unik. Dia KECIL, tapi bisa bertahan dite

DIIMING-IMINGI GOMBALAN DILAN "KAMU NGGA AKAN KUAT, BIAR AKU SAJA", MILEA KASIH TUGAS AKHIRNYA UNTUK DIKERJAKAN DILAN??! BUCIN TO THE NEXT LEVEL!! (#PERMENeps3)

Gue termasuk orang yang cukup pede dengan apa yang gue kerjain, termasuk skripsi punya gue dulu. Saking pedenya, jarang banget gue nanya ke temen sendiri. Iya. Emang salah kok. Tapi, banyak dari kita, masih suka milih-milih buat nanya skripsi. Bisa jadi karena kita milih si A karena dia sama tema penelitiannya. Atau milih si B karena dia kating/senior yang udah ngelewatin itu semua. Atau bahkan, milih si C karena ada udang dibalik rempeyek. Sambil menyelam, minum air, lalu tenggelem. Sekali dayung, dua tiga rumah keliatan dari jauh. Yup! KARENA MODUS! Gue pribadi ngga nyalahin kalian yang lakuin itu ya. Pun, gue juga lakuin itu. hehehe Inti dari segala inti, core of the core dari apa yang gue pengen bahas adalah seberapa penting sih kita tuker ide atau pendapat sama temen? Ngaruh ngga sama skripsi kita? Ngaruh ngga sama penelitian kita? Batasan kita "bantuin" tuh kayak gimana sih? Daaaan, apa kata dosen ya kalo tau kita dibantu sama temen, bahkan secara harfiah

Relakan Saja...

Curhat lagi..curhat lagi... Beberapa hari ini banyak kejadian yang buat gue sadar, kalo hal-hal yang gue inginkan itu gak selamanya harus terpenuhi. Simpel aja contohnya. Misalnya aja tentang ulangan matematika gue kemaren. Gue udah belajar, berlatih ngerjain soal-soal, terus lagi udah coba ngerjain ulang soal yang pernah dinilai. Emang sih pas ulangan cuma ada 5 soal. Tapi, masalahnya adalah dari kelima soal itu yang gue yakin bener cuma satu nomer. Alhasil, gue dapet nilai jelek. Gak cuma gue, sekelas pun gak ada yang lolos KKM (nilainya 75). Hari sabtu kemaren, gue juga ulangan kimia. Hal yang sama telah gue lakukan. Belajar, ngerjain soal-soal plus nyari tambahan materi di buku lain. Untungnya, dari 35 soal PG, setengahnya bisa gue kerjain dengan ingatan gue yang seadanya. Mudah-mudahan kagak remed deh. Inti dari curhatan gue ini adalah sebagai berikut... Satu cewek ini sebenernya udah pernah suka sama gue dulu, tapi nolak gue karena beda iman. Belakangan ini, gue